Minggu, 19 Februari 2017

Pajak Progresif Atas Lahan Menganggur


JAKARTA. Rencana untuk memberlakukan pajak progresif atas kepemilikan tanah, keuntungan dari transaksi tanah, dan pajak atas lahan menganggur yang tidak dimanfaatkan telah memicu pro dan kontra. Selain dari pemilik tanah dan pengusaha, Direktorat Jenderal Pajak juga tidak yakin tentang rencana tersebut.

Ketua Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) Ronny Wuisan mengatakan, kebijakan akan menghadapi tantangan besar di tingkat implementasi, karena tanah memiliki harga yang sama. Oleh karena itu, kerja sama yang erat dengan pemerintah daerah diperlukan untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut akan diterapkan dengan benar.

Menurut Ronny, peraturan akan salah arah jika hanya menargetkan pengembang properti, dengan alasan bahwa banyak pengembang tidak memiliki jumlah yang signifikan dari tabungan lahan mereka. Oleh karena itu, kebijakan tersebut juga perlu menargetkan pemilik lahan perorangan, seperti pengusaha lokal, katanya.

Ronny juga merasakan bahwa peraturan tersebut akan memberatkan bagi pemilik tanah yang disengketakan atau tanah warisan, karena banyak dari mereka memiliki tanah tidak untuk tujuan bisnis atau perumahan. Oleh karena itu, kebijakan tersebut dapat mendorong pemilik lahan untuk menjual tanah, bukannya membayar pajak setiap tahun.

Kebutuhan penilaian lebih lanjut

Namun, kebijakan tersebut sebagian besar akan berdampak pada pengusaha zona industri, yang memiliki kepemilikan lebih dari ratusan hektar lahan. Ronny menyatakan bahwa pengusaha akan menghadapi dilema regulasi.

Di satu sisi, pengusaha tidak mungkin untuk membangun properti di tanah hanya untuk menghindari pajak progresif. Tapi di sisi lain, para pengusaha akan sulit untuk menentukan harga, jika mereka membangun properti di atas tanah tersebut.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak menyarankan melakukan tinjauan lebih lanjut tentang mekanisme pajak progresif, pajak capital gain, dan pajak aset yang tidak digunakan. Direktorat Jenderal Pajak berharap bahwa peraturan tersebut tdak akan salah arah.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, pelaksanaan pajak capital gain membutuhkan produk hukum di tingkat hukum, yang harus dibahas dengan DPR (Dewan Perwakilan) .

Hestu mengakui bahwa otoritas pajak harus berhati-hati dalam menentukan mekanisme dalam melaksanakan pajak atas tanah menganggur. Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Pajak mengakui bahwa pajak progresif akan sulit untuk melaksanakan, dengan alasan bahwa pemerintah perlu memiliki definisi yang jelas dan sasaran tentang lahan tidur. Oleh karena itu, ia disebut masyarakat tidak cemas dari peraturan tersebut.

"Ini bertujuan untuk mencegah lahan kosong dan spekulasi tanah," katanya.
Anggota Komisi XI DPR Misbakhun juga mengatakan bahwa DPR belum berencana untuk membahas tentang pemberlakuan pajak. Menurut dia, penataan kebijakan perpajakan membutuhkan landasan hukum, yang harus dibahas dengan DPR. "Setiap pemungutan pajak harus diatur oleh hukum. Itu adalah amanat konstitusi, "katanya.

Sumber : Kontan English
Eka Henryawan
Eka Henryawan

This is a short biography of the post author. Maecenas nec odio et ante tincidunt tempus donec vitae sapien ut libero venenatis faucibus nullam quis ante maecenas nec odio et ante tincidunt tempus donec.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar