Sabtu, 11 Februari 2017

Manajemen Sumber Daya Manusia ala Toyota


TOYOTA, PEOPLE MANAGEMENT SYSTEM
“PEOPLE VALUE STREAM YANG BERKUALITAS”

A. Latar Belakang
Sumber daya manusia (SDM) adalah aset terpenting bagi sebuah organisasi. SDM yang berkualitas dan berkompeten mampu memanfaatkan sumber daya organisasi secara optimal demi tercapainya visi dan misi yang telah dirumuskan. Hal ini dapat dicapai melalui perencanaan dan pengimplementasian strategi, penyusunan struktur dan pengembangan budaya organisasi.
Saat ini tantangan yang dihadapi organisasi dalam mengelola SDM semakin kompleks. Perkembangan lingkungan terkini, yang ditandai dengan persaingan yang semakin ketat, kemajuan teknologi, perubahan selera pelanggan yang sangat cepat dan beragam, serta perubahan kondisi sosial ekonomi, politik dan lingkungan, mengharuskan organisasi untuk meninjau kembali praktik-praktik pengelolaan SDM-nya. Kompleksitas tatakelola SDM semakin tinggi pada perusahaan-perusahaan MNC yang memiliki karyawan di berbagai Negara tempatnya beroperasi dengan budaya yang berbeda-beda.
Toyota merupakan perusahaan multinasional asal jepang yang beroperasi di 28 Negara dan region dengan jumlah karyawan mencapai kurang/lebih 330.000 orang, memiliki sistem tata kelola manajemen sumber daya manusia yang telah diakui keberhasilannya dalam mencapai kesukesan Toyota saat ini. Menempatkan nilai tertinggi pada perbaikan manusia secara terus-menerus merupakan pilar utama tata kelola SDM Toyota yang sampai saat ini diterapkan dan terus dikembangkan.
Jefrey Liker, penulis buku “Toyota Way”  merangkum prinsip-prinsip manajemen Toyota dalam model 4P : Philosophy, Process, People, dan Problem Solving. 4P membentuk sebuah piramida dengan menjadikan filosofi jangka panjang sebagai fondasinya yang berfokus terhadap menambahkan nilai pada pelanggan dan masyarakat. Philosophy adalah mengenai tujuan Toyota dan mengapa mereka ada, Process adalah tentang apa yang diyakini oleh Toyota akan menghasilkan operasi yang luar biasa-meniadakan pemborosan secara tetap, People adalah mereka yang menggerakkan perusahaan ke depan dan budaya adalah suatu yang mengajarkan orang-orang tentang bagaimana bertindak, berpikir dan merasakan untuk bekerja bersama-sama menuju sasaran bersama. Sedangkan Problem Solving adalah cara orang-orang Toyota memfokuskan upaya-upaya mereka untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus.

Gambar 1.1 : Model 4P Toyota Way

Model 4P dimaksudkan untuk menjadi semacam struktur yang masing-masing tingkatannya bertindak sebagai fondasi bagi tingkat berikutnya. Dalam makalah ini tidak akan dibahas model 4P secara lebih detil namun hanya sebagai acuan dalam studi kasus yang akan kami bahas berkenaan dengan sistem tata kelola SDM Toyota. Filosofi dasar yang berpedoman pada perbaikan manusia secara terus menerus telah melahirkan Lean mindset yang merupakan hasil dari budaya yang lebih luas, yang mendukung dan melibatkan orang-orang, berkembang lebih lanjut menjadi budaya Toyota (Toyota Culture) yang mengandung kunci dalam keberhasilan Toyota sebagai pemimpin global dalam operasi yang luar biasa.
Atas dasar itulah kami tertarik untuk lebih jauh membahas reposisioning peran SDM pada Toyota. Kunci utamanya adalah memperlakukan orang-orang sebagai anggota permanen suatu komunitas serta menyiapkan “panggung” guna mengajarkan pada karyawan bukan hanya untuk menunaikan pekerjaan mereka, tetapi juga untuk memperbaiki secara terus-menerus produk-produk dan proses-proses untuk hasil yang lebih baik yang akan diorientasikan kepada kepuasan pelanggan dan masyarakat.

B. Landasan Teori

Setiap organisasi beroperasi dengan mengkombinasikan sumber dayanya melalui cara yang dapat menghasilkan produk dan jasa yang dapat dipasarkan. Sumber daya terpenting dalam setiap organisasi adalah sumber daya manusia (human resource). 
Sutrisno (2007 :2) mendefinisikan sumber daya manusia sebagai sumber dari kekuatan yang berasal dari manusia-manusia yang dapat didayagunakan oleh organisasi. Wether dan Davis dalam sutrisno (2007) menyatakan bahwa sumber daya manusia adalah pegawai yang siap, mampu dan siaga dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Agar sumber daya manusia  yang dimiliki perusahaan dapat benar-benar menjadi asset terpenting, perlu melaksanakan fungsi manajemen atas SDM tersebut. 
Menurut Simamora (1997), manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok pekerja. Sedangkan menurut Dessler (1997) manajemen sumber daya manusia adalah suatu kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang dalam menjalankan aspek “orang” atau seumber daya manusia dari posisi seorang manajemen, meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan, pengimbalan dan penilaian.
Jeffrey Pfeffer (1994) berargumentasi bahwa sumber daya manusia merupakan sumber keunggulan daya saing yang mampu menghadapi berbagai tantangan. Ia membandingkan kedudukan istimewa sumber daya ini dengan sumber daya keunggulan daya saing lain yang kini semakin berkurang keampuhannya, seperti teknologi produk dan proses produksi. Peran SDM dalam era perkembangan teknologi seperti sekarang ini menjadi sangat vital dengan melakukan fungsi pengawasan maupun fungsi bisnis lainnya. 
Dalam teori-teori ekonomi dasar, Taylorisme, dan bahkan Marxisme, mereka semua membuat asumsi yang sama : hubungan perusahaan-karyawan adalah transaksi bisnis sederhana. Para ekonom tradisional dimulai dari Adam Smith, penulis risalah ekonomi The Wealth of Nations, mengasumsikan keunggulan bersama hubungan bisnis ini bagi manajemen dan pekerja. Marxis disisi lain menyatakan perusahaan kapitalis akan selalu mengeksploitasi pekerja dan karena itu hubungan manajemen-pekerja secara sifat penuh dengan konflik.
Namun demikian, Frederick W. Taylor, The Scientific Founding Father memercayai bahwa hubungan tersebut sering dicirikan oleh manajemen yang tidak terdidik, yang menyiksa dan menyalahgunakan pekerja.  

C. Pembahasan
Pembelajaran adalah proses di setiap sudut perusahaan yang berlangsung terus-menerus karena yang di atas memotivasi dan melatih yang di bawah, sebagai pendahulu melakukan hal yang sama untuk pengganti dan sebagai anggota tim pada semua tingkat berbagi pengetahuan dengan yang lain. 
Seperti itulah kira-kira petikan dari dokumen Toyota Way 2001  yang terdapat pada sub elemen “mempromosikan pembelajaran operasional”. Toyota telah menjaga identitasnya sebagai perusahaan, termasuk filosofi dan prinsip-prinsipnya, dengan konsistensi yang luar biasa selama bertahun-tahun. Nilai-nilainya tentang kepercayaan dan perbaikan secara terus-menerus menyerap komitmennya terhadap pemikiran jangka panjang, mengembangkan karyawan, standarisasi, inovasi dan pemecahan masalah. 
Ikatan bersama antara perusahaan-karyawan adalah kemakmuran bersama yang berjangka panjang, tetapi masing-masing pihak memiliki sasaran yang jauh melampaui kegiatan menghasilkan uang. Para karyawan tentunya juga mengharapkan gaji dan tunjangan, namun mereka juga menginginkan pertumbuhan personal yang berasal dari masa kerja sepanjang hidup dalam lingkungan yang positif.

Gambar 1.2 Kemakmuran Bersama Menciptakan Kemitraan antara Perusahaan dan Karyawan
Konsep tentang value stream seperti yang ditulis oleh Jeffrey K Liker pada buku Toyota Culture merupakan istilah yang sering digunakan oleh organisasi yang ingin melakukan perbaikan. Dengan kata lain, value stream merupakan pedoman yang berisikan suatu metode, proses dan standar yang perlu diterapkan dalam proses perbaikan organisasi. Aktivitas apapun yang memakan waktu dan biaya serta tidak menambah nilai didefinisikan sebagai pemborosan. Value stream membantu anggota-anggota tim untuk memahami bagaimana produk mengalir dan mengidentifikasi pemborosan dalam proses tersebut. 
Dalam internal Toyota, people value stream merepresentasikan sebuah proses dari life cycle karyawan, karyawan bekerja, meniti karir melakukan pembelajaran dan perbaikan secara terus menerus. Penilaian atas kinerja karyawan dilihat dari bagaimana karyawan tersebut memiliki keinginan untuk terus belajar dan tertantang dengan hal-hal baru yang selanjutnya memicu karyawan untuk terus berinovasi. Pekerjaan seorang karyawan bisa jadi produktif, tetapi bagi people value stream Toyota, jika pekerjaan tersebut tidak diklasifikasikan dalam pembelajaran dan pengembangan maka pekerjaan tersebut diklasifikasikan sebagai pemborosan. Sebagai langkah awal, dan digunakan sebagai manajemen harian, kelompok-kelompok kerja dibentuk untuk membentuk suatu tim yang selanjutnya bertugas untuk menyelesaikan masalah harian. Mengumpulkan orang-orang yang tepat untuk memecahkan masalah merupakan cara yang paling banyak dilakukan di bagian engineering, penjualan, keuangan dan di pabrik. Karyawan disusun ke dalam tim-tim kerja bersama pemimpin-pemimpin tim mengkaji kemajuan harian, menangani masalah sebagai kesempatan untuk perbaikan proses (kaizen).
Para pemimpin Toyota bekerja secara terus-menerus untuk memastikan terbukanya saluran komunikasi di seluruh tim dengan menekankan nilai-nilai kunci saling percaya dan menghargai serta mendorong anggota tim untuk berpartisipasi dalam aktivitas tim dan berbagi gagasan mereka. Dengan pendekatan ini integrasi dan komunikasi antar karyawan dapat terjalin. Di lingkungan kerja yang aman dan terjalin komunikasi yang intens baik dengan sesama karyawan ataupun dengan pemimpin dapat membentuk budaya kerja harian dan karyawan merasa dipandu dalam menyelesaikan pekerjaan hariannya.
Mengembangkan karyawan sehingga mereka belajar bagaimana memecahkan masalah dan secara terus-menerus memperbaiki pekerjaan adalah asset yang terpenting. Toyota memandang bahwa ikatan antara perusahaan dengan karyawan sebagai hubungan jangka panjang. Atas dasar itulah perusahaan bersedia untuk bersabar dan menjamin kemungkinan setiap karyawan untuk belajar dan tumbuh. Kerja tim jauh lebih bernilai daripada berusaha menonjol sebagai genius individual. Individu yang perlu menempuh jalur cepat di perusahaan dan memperoleh banyak pengakuan individual tidak akan cocok berada di lingkungan Toyota.


Gambar 1.3. : Model Sistem Manusia Toyota

Bagian penting dari berada di dalam budaya Toyota dan berkomitmen kepada perusahaan untuk jangka panjang adalah kesempatan dan bahkan kewajiban bagi seorang individu untuk terus-menerus memperbaiki dirinya sendiri. Dalam The Toyota Way (2004), Liker menyatakan pendekatan Toyota terhadap orang ialah menghargai, menantang dan menumbuhkannya. Dalam konteks budaya Toyota seperti ini menghargai seorang karyawan bermakna bahwa perusahaan ingin setiap karyawan tumbuh hingga potensi mereka sepenuhnya. Orang-orang tidak akan tumbuh jika mereka merasa nyaman melalui pekerjaan rutin tanpa ada tantangan. Ketika Toyota meminta seorang insinyur untuk menangani sebuah proyek guna mengurangi cacat kualitas sebesar 70%, mereka menantang insinyur dan timnya tersebut untuk bekerja dan berpikir keras yang akhirnya membuahkan pertumbuhan personal.
Bagian penting lainnya adalah evaluasi kinerja, sangatlah penting karena evaluasi menyediakan kesempatan untuk menyampaikan umpan balik bagi pengembangan masing-masing anggota. Evaluasi dilakukan antara supervisor dengan individu, tujuannya adalah untuk meninjau implementasi dan rencana guna mendukung langkah ke depan. Dengan demikian supervisor dalam posisi ini sebagai sumber daya pendukung, bukan sebagai hakim. Dengan dukungan supervisor, masing-masing individu dapat berkembang melalui setiap proses yang telah dibuat manajemen, dan hubungan antara supervisor dan anggota tim dapat semakin diperkuat. Toyota percaya bahwa menghargai orang lain dan membentuk kerja tim yang solid adalah komitmen yang luas, melibatkan banyak individu, waktu dan biaya. Namun dengan komitmen tersebut, perbaikan secara terus menerus dapat dilakukan. Karena Toyota hadir bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk stakeholder yang luas.

D. Analisa Penulis Tentang Reposisioning Peran SDM dalam Internal Toyota
Terdapat keyakinan dalam investasi Toyota pada sumber daya manusianya. Model sistem manusia mengasumsikan bahwa investasi dalam people value stream yang berkualitas memberikan hasil berupa keunggulan kompetitif dan kesejahteraan bersama jangka panjang. Kebutuhan untuk mencapai target dan sasaran bersama merupakan komitmen stakeholder Toyota dengan menekankan ikatan atau hubungan yang baik. Input dan output seperti yang tergambar dalam model sistem manusia yang diterapkan Toyota jelas menggambarkan keinginan Toyota untuk tumbuh bersama dan menikmati hasilnya bersama stakeholder, khususnya karyawannya. Dorongan untuk perbaikan secara terus-menerus mengharuskan setiap karyawan mengambil peran penting dalam setiap pekerjaan untuk tetap tumbuh sebagai individu maupun tim. 
Dampak reposisioning dalam internal Toyota memberikan dampak positif maupun negatif terhadap karyawan, baik dari segi perilaku maupun kompetensi. Dampak tersebut dapat kami sajikan sebagai berikut,

Dampak Positif Perilaku :
  1. Perusahaan mengomunikasikan tujuan yang jelas dan menggambarkan dengan jelas peran perusahaan dan anggota tim dalam hubungan kemitraan, sehingga setiap orang dan setiap karyawan secara sadar akan memahami dan bertindak atas tujuan “kemakmuran bersama jangka panjang”;
  2. Orang-orang didukung dalam memecahkan masalah dan pembelajaran oleh pemimpin tim yang berkomitmen dan berpengetahuan serta sistem manajemen sehari-hari, dengan dukungan ini tingkat confidence karyawan dapat dibangkitkan;
  3. Disiplin tinggi yang diterapkan dalam budaya kerja, dapat meningkatkan konsistensi karyawan dalam melaksanakan pekerjaan dan tanggung jawab;
  4. Hubungan kerja yang baik antar karyawan-karyawan, karyawan-supervisor, dapat terjalin komunikasi yang intens dalam setiap pemecahan masalah pekerjaan;
  5. Baik perbaikan proses yang kecil maupun perbaikan sistem yang besar dilakukan, ada apresiasi tersendiri bagi setiap individu maupun tim;
  6. Bekerja secara kooperatif dengan yang lain untuk memperbaiki produk dan proses secara terus-menerus, sehingga menghilangkan sikap saling menjatuhkan antar karyawan.
Dampak Positif Kompetensi :
  1. Dalam model sistem manusia Toyota, setiap individu dinilai berdasar keinginan untuk terus belajar dan tertantang dengan hal-hal baru yang selanjutnya memicu karyawan untuk terus berinovasi.;
  2. Keterampilan dalam memecahkan masalah didapatkan setiap individu, dan ketrampilan ini harus diajarkan oleh anggota tim lainnya, get it and share it ;
  3. Staf di semua tingkat disertakan dalam pelatihan pemecahan masalah di banyak kelas, di mana seluruh kasus mencakup praktik masalah yang sebenarnya ;
Dampak Negatif dari segi Psikologi dan Perilaku:
  1. Karyawan dituntut untuk selalu melakukan perbaikan dan pengembangan individu serta diharuskan untuk selalu tertantang dan menyelesaikan masalah-masalah baru. Tuntutan kerja yang semakin keras dan masalah lain tentunya akan membuat karyawan tertekan secara psikologis, 
E. Kesimpulan

SDM berkembang dalam lingkungan kerja yang aman dan mendukung peningkatan kerjanya. Suatu kewajiban bagi setiap organisasi untuk membentuk hal tersebut, selain itu peningkatan kinerja perusahaan juga dapat berdampak pada kesejahteraan karyawan. Dengan demikian perusahaan merupakan tempat yang tepat untuk bekerja dan belajar.

Eka Henryawan
Eka Henryawan

This is a short biography of the post author. Maecenas nec odio et ante tincidunt tempus donec vitae sapien ut libero venenatis faucibus nullam quis ante maecenas nec odio et ante tincidunt tempus donec.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar