Minggu, 12 Februari 2017

PPh 21, Peraturan Teknis berdasarkan Peraturan Terbaru PER 16 2016

Perpajakan

PPh 21, Peraturan Teknis berdasarkan Peraturan Terbaru PER 16 2016

Dalam posting kali ini, haidar server akan share artikel perpajakan seperti pada judul di atas, apa yang membedakan artikel ini dengan artikel-artikel lainnya yang “bertebaran” di internet ? Silakan baca selengkapnya :


PPh 21, 23 dan 4 (2) merupakan jenis withholding tax, yaitu salah satu sistem pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga yang diberikan “mandat” atau kewenangan atau kepercayaan untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan sekaligus menyetorkannya ke kas Negara.
Perbedaan yang menonjol dari PPh 21, 23 dan 4(2) adalah PPh 21 dan 23 beberapa orang menyebutnya tidak final atau pajak yang telah dipungut dapat dikreditkan pada saat perhitungan SPT Tahunan, namun demikian PPh 21 terdapat pemungutan yang bersifat final yaitu Uang Tebusan Pensiun, Uang JHT/THT, Pesangon yang diterima pegawai/mantan pegawai (PP No. 68 Tahun 2009) dan Honorarium yang dananya bersumber dari  keuangan negara/daerah yang diterima oleh pejabat Negara, PNS, Anggota TNI/Polri kecuali gol II/d ke bawah (PP No. 80 tahun 2010).
Sedangkan PPh 4(2) merupakan pph yang bersifat final, yaitu kewajiban perpajakannya telah selesai apabila telah dilakukan pemotongan dan tidak diperhitungkan lagi dalam spt tahunan.

Subjek PPh 21
PPh pasal 21 merupakan pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi subjek pajak dalam negeri. Lebih lanjut berdasarkan definisi dari PER No. 16 tahun 2016, pajak penghasilan 21 adalah pajak atas gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayarn lain dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Orang Pribadi Subjek Pajak Dalam Negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh No. 36 tahun 2008.
Penerima Penghasilan yang dipotong  PPh pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan:
 Pegawai
Penerima uang pesangon, pensiun, termasuk ahli warisnya;
Bukan pegawai yang menerima penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, 12 Jenis Pemberian Jasa (lebih lanjut Pasal 3 PER 16);
Anggota dewan komisaris, atau anggota dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
Mantan pegawai; dan atau
Peserta kegiatan.

Terdapat pengecualian dari subjek yang dikenakan pemotongan PPh 21 yaitu berdasarkan Pasal  4 PER 16.

Objek PPh Pasal 21

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 :
  1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan yang Bersifat Teratur maupun Tidak Teratur;
  2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
  3. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;
  4. Penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
  5. Imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan;
  6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
  7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
  8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau
  9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud di atas termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit). –artikel lebih lanjut–

Poin-poin di atas merupakan objek pajak pemotongan PPh 21, yang cara perhitungannya berbeda-beda, namun tetap menggunakan  tariff yang sama, yaitu tariff Pasal 17, UU PPh, berikut adalah table perhitungannya – klik disini – dan berikut adalah contoh-contoh perhitungannya – klik disini –

Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
  • Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
  • Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) di atas;
  • Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
  • Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
  • Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah, merupakan penerimaan dalam bentuk kenikmatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. dalam hal wajib pajak menanggung pph 21 pegawai, atas beban pembayaran ini tidak dapat dikurangkan / dibiayakan menurut fiscal sehingga harus dikoreksi positif, lebih lanjut baca Deductible Expense dan Non-Deductible Expense dalam Laporan Keuangan Fiskal vs Laporan Keuangan Komersial.

Wajib Pajak Yang dapat melakukan Pemotongan PPh 21:
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, meliputi:
Pemberi kerja yang terdiri dari:
  • orang pribadi;
  • badan; atau
  • cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut.
  • Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
  • dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;
  • orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar:
  1. honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;
  2. honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta pendidikan dan pelatihan, serta pegawai magang;
  • penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b adalah:
  • kantor perwakilan negara asing;
  • organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penetapan organisasi-organisasi internasional yang tidak termasuk subjek Pajak Penghasilan;
  • organisasi-organisasi internasional yang ketentuan Pajak Penghasilannya didasarkan pada ketentuan perjanjian internasional dan dalam perjanjian internasional tersebut mengecualikan kewajiban pemotongan pajak, serta organisasi-organisasi dimaksud telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
  • pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Dalam hal organisasi internasional tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, organisasi internasional dimaksud merupakan pemberi kerja yang berkewajiban melakukan pemotongan pajak.

Lalu bagaimana apabila subjek pajak dalam negeri (SPDN) yang bekerja di kantor perwakilan Negara asing ? apabila penghasilan yang diterima melebihi PTKP dan memperoleh penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPH 21 tentunya pegawai tersebut harus dipotong, namun demikian kantor perwakilan Negara asing dikecualikan dari pemotong PPh 21, jadi pegawai tersebut akan memperhitungkan semua penghasilannya di spt tahunan tanpa kredit pajak PPh 21.

Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi:
  • Pegawai Tetap;
  • Penerima pensiun berkala;
  • Pegawai Tidak Tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah); dan
  • Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.
Jumlah penghasilan yang melebihi Rp450.000,00 (empat ratus lima puluh ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah);
50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan;
Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan huruf c.

Untuk pegawai tetap, penerima pensiun berkala, pegawai tidak tetap yang dibayar secara bulanan yang jumlah kumulatifnya melebihi Rp. 4.500.000 dan bukan pegawai  yang menerima penghasilan secara berkesinambungan, dasar pengenaan pajaknya adalah Penghasilan Kena Pajak, artinya penghasilan setelah dikurangi biaya2 yang boleh dikurangkan menurut PPh 21, yaitu Biaya Jabatan untuk pegawai tetap, dan/atau PTKP. Tabel perhitungan dan Contoh perhitungannya klik disini.

Dasar Pengenaan Pajak
Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah seluruh jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang diterima atau diperoleh dalam suatu periode atau pada saat dibayarkan.
Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a adalah sebagai berikut:
  • bagi Pegawai Tetap dan penerima pensiun berkala, sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);
  • bagi Pegawai Tidak Tetap, sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP; dan
  • bagi Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
Besarnya penghasilan neto bagi Pegawai Tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:
  1. biaya jabatan, sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun;
  2. iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Besarnya penghasilan neto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong PPh Pasal 21 adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun, sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun.

Dalam hal Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26:
  • mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya maka besarnya jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut maka besarnya penghasilan bruto tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan; atau
  • melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut termasuk pemberian jasa dan material atau barang.
Dalam hal jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan kepada dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.

Atas penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang tidak dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp450.000,00 (empat ratus lima puluh ribu rupiah);
  2. dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari melebihi Rp450.000,00 (empat ratus lima puluh ribu rupiah), dan jumlah sebesar Rp450.000,00 (empat ratus lima puluh ribu rupiah) tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Rata-rata penghasilan sehari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan.

Dalam hal Pegawai Tidak Tetap telah memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender melebihi Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) maka jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar PTKP yang sebenarnya.

PTKP yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.

PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP per tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) hari.

Dalam hal berdasarkan ketentuan di bidang ketenagakerjaan diatur kewajiban untuk mengikutsertakan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas dalam program jaminan hari tua atau tunjangan hari tua, maka iuran jaminan hari tua atau iuran tunjangan hari tua yang dibayar sendiri oleh Pegawai Tidak Tetap kepada badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja atau badan penyelenggara tunjangan hari tua, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Tarif yang berbeda diterapkan atas subjek pajak yang tidak memiliki NPWP, yaitu 20% lebih tinggi. Apabila wanita kawin tidak memiliki NPWP dapat menggunakan NPWP suami.

Pegawai, penerima pensiun berkala, serta Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a angka 4 wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 pada saat mulai bekerja atau mulai pensiun.

Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga, maka pegawai, penerima pensiun berkala, dan Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a angka 4 wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kepada Pemotong PPh Pasal 21 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya.

Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap atau penerima pensiun berkala paling lama 1 (satu) bulan setelah tahun kalender berakhir.
Dalam hal Pegawai Tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember, bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja.

PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 (sepuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir, dan wajib dilaporkan paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir.

Untuk selengkapnya tentang batas pembayaran dan pelaporan semua jenis pajak klik disini
Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang menyatakan jumlah lebih bayar maka penyampaiannya harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

Demikianlah yang berkaitan dengan hal-hal mendasar dari PPh 21 berdasarkan petunjuk teknis PER 16 tahun 2016, peraturan terbaru dalam PPh 21, untuk perhitungan dan petunjuk  teknisnya serta jurnal-jurnal akuntansi yang relevan aka nada posting berikutnya. Ditunggu saja ya guys !
Eka Henryawan
Eka Henryawan

This is a short biography of the post author. Maecenas nec odio et ante tincidunt tempus donec vitae sapien ut libero venenatis faucibus nullam quis ante maecenas nec odio et ante tincidunt tempus donec.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar