Senin, 06 Februari 2017

Financial Distress and Bancruptcy Prediction (Analisis Laporan Keuangan Pada Kasus Kebangkrutan)

Financial  distress merupakan kondisi keuangan yang terjadi sebelum kebangkrutan ataupun  likuidasi.  Menurut Atmini  (2005),  financial distress adalah konsep luas yang terdiri dari  beberapa  situasi  di  mana  suatu  perusahaan menghadapi  masalah  kesulitan  keuangan.  Istilah umum untuk menggambarkan situasi ini adalah kebangkrutan, kegagalan, ketidakmampuan melunasi  hutang  dan  default.  Ketidakmampuan melunasi hutang menunjukkan kinerja negatif dan menunjukkan  adanya  masalah  likuiditas.  Default berarti   suatu   perusahaan   melanggar perjanjian dengan kreditur dan dapat menyebabkan tindakan hukum.
Dikutip dari Suroso (2006), insolvency, kondisi dimana perusahaan tidak dapat menyelesaikan liabilitasnya, dapat dibedakan dalam 2 kategori, yaitu :
1.  Technical Insolvency
Bersifat sementara dan munculnya karena perusahaan kekurangan kas untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek.
2.  Bankruptcy Insolvency
Bersifat lebih serius dan munculnya ketika total nilai liabilitas melebihi nilai total aset perusahaan atau nilai ekuitas perusahaan negatif.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan perusahaan menghadapi financial distress yaitu antara lain kenaikan biaya operasi, ekspansi berlebihan, ketinggalan teknologi, kondisi persaingan, kondisi ekonomi, kelemahan manajemen perusahaan dan penurunan aktifitas perdagangan industri (Wruck, 1990 dalam Whitaker, 1999). Dalam kondisi ekonomi yang tidak buruk, kebanyakan perusahaan yang mengalami financial distress adalah akibat dari kelemahan manajemen (Whitaker, 1999).
Indikator yang menunjukkan apakah suatu perusahaan mengalami financial distress antara lain ditandai dengan adanya pemberhentian tenaga kerja atau hilangnya pembayaran dividen, serta arus kas yang lebih kecil daripada hutang jangka panjang (Whitaker, 1999), atau jika selama 2 tahun mengalami laba bersih operasi negatif dan selama lebih dari 1 tahun tidak melakukan pembayaran dividen, sedangkan Wahyujati (2000) mendefinisikan financial distress jika perusahaan mengalami net income negatif selama 3 tahun.
Sebelum terjadi kebangkrutan, hampir semua perusahaan akan mengalami financial distress, kecuali apabila terjadi kejadian-kejadian diluar dugaan, seperti bencana alam, perubahan regulasi yang mempengaruhi operasional perusahaan, dan lain sebagainya. Namun demikian, ada suatu kondisi dimana perusahaan yang mengalami financial distress mungkin memiliki operasi yang layak dari pemanfaatan aset-aset riil-nya dan dengan demikian tidak tertekan secara ekonomi. Karena adanya suatu tekanan dari para krediturnya, pada akhirnya perusahaan yang masih memiliki prospek bagus tersebut dapat dilikuidasi dengan sangkaan telah mengalami gagal bayar (default).
Model prediksi  kebangkrutan  yang  bermunculan  merupakan  antisipasi  dan  sistem  peringatan dini terhadap financial distress karena model tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasikan bahkan memperbaiki kondisi sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan. Laporan keuangan dapat dijadikan dasar untuk mengukur kondisi financial distress suatu perusahaan melalui analisis laporan keuangan dengan  menggunakan rasio – rasio keuangan yang ada.
Rasio keuangan bermanfaat dalam memprediksi kebangkrutan bisnis untuk periode satu  sampai lima tahun sebelum bisnis tersebut benar-benar bangkrut (Nasser & Aryati, 2000). Dikutip dari penelitian Evanny (2012), Profitabilitas yang diproksi dengan return on total assets memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia (Widarjo dan Setiawan, 2009), tetapi rasio tersebut tidak memiliki pengaruh pada perusahaan manufaktur (Platt & Platt, 2006). Profit margin on sales mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan manufaktur (Almilia & Kristijadi, 2003). Sedangkan profit margin on sales tidak mempunyai pengaruh terhadap kondisi financial distress perusahaan manufaktur menurut Brahmana (2007).  Penelitian Platt dan Platt (2006) mendukung penelitian yang dilakukan Brahmana (2007).
Lebih lanjut,  leverage  yang  diukur  dengan  current  liabilities  total  assets  mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan manufaktur pada penelitian Almilia dan Kristijadi (2003). Penelitian yang dilakukan oleh Widarjo dan Setiawan  (2009) current liabilities total assets tidak mempunyai pengaruh terhadap kondisi financial distress perusahaan otomotif yang didukung oleh penelitian Platt dan Platt (2006) terhadap kondisi financial distress perusahaan manufaktur.


Faktor-faktor Penyebab Financial Distress
Financial distress dapat timbul karena adanya pengaruh dari dalam perusahaan sendiri (internal) maupun dari luar perusahaan (eksternal). Damodaran (2001) menyatakan, faktor penyebab financial distress dari dalam perusahan lebih bersifat mikro, faktor-faktor dari dalam perusahaan tersebut adalah :
1. Kesulitan arus kas
Terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan dari hasil operasi perusahaan  tidak cukup untuk menutupi bebab-beban usaha yang timbul atas  aktivitas  operasi  perusahaan.  Kesulitan  arus  kas  juga  disebabkan adanya kesalahan manajemen ketika mengelola aliran kas perusahan untuk pembayaraaktivitas perusahaayanmemperburuk  kondisi  keuangan perusahaan;
2. Besarnya jumlah hutang
Kebijakan pengambilan hutang perusahaan untuk menutupi biaya yang timbul akibat operasi perusahaan akan menimbulkan kewajiban bagi perusahaan untuk  mengemba-likan hutang di masa depan. Ketika tagihan jatuh tempo dan perusahaa tidak mempunyai cukup dana untuk membayar tagihan-tagihan yang terjadi maka kemungkinan    yang dilakukan kreditur adalah  mengadakan penyitaan harta perusahaan untuk menutupi kekurangan pembayaran tagihan tersebut;
3. Kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan selama beberapa tahun
Kerugian  operasional  perusahaamenimbulkaarus  kas  negatif dalam  perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena beban operasional lebih besar dari pendapatan yang diterima perusahaan.
Jika perusahaan mampu menutupi atau menanggulangi tiga hal di atas, belum tentperusahaatersebut  dapat terhindar dari  financial  distress.  Karena  masih terdapat  faktor   eksternal  perusahaan  yang  menyebabka financial  distress. menurut Damodaran (2001) faktor eksternal perusahaan lebih bersifat makro,dan cakupannya lebih luas. Faktor eksternal dapat berupa kebijakan pemerintah yang dapat menambah beban usaha yang di tanggung perusahaan, misalnya tarif pajak yang meningkat yang dapat menambah beban perusahaan.  Selain itu masih ada kebijakan suku bunga pinjaman yang meingkat, menyebabkan beban bunga yang ditanggung perusahaan meningkat.
Eka Henryawan
Eka Henryawan

This is a short biography of the post author. Maecenas nec odio et ante tincidunt tempus donec vitae sapien ut libero venenatis faucibus nullam quis ante maecenas nec odio et ante tincidunt tempus donec.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar