Senin, 06 Februari 2017

Big Data, Big Server, Big Information, Untuk Kebutuhan Informasi Yang Semakin Meningkat


Sejumlah statistik di internet menyebutkan bahwa dalam 1 menit, terdaftar 217 pengguna baru aplikasi mobile, Uber mengantarkan 694 perjalanan (ride), Skype menyambungkan 110 ribu percakapan telepon, Google melayani 4 juta pertanyaan (query), Facebook mengolah 4,2 juta komentar, dan sekitar 11 juta pesan pendek dikirimkan melalui berbagai operator instant messenger seperti WhatsApp, LINE, BBM. Berbagai bisnis menyusun strategi berdasarkan informasi yang diperoleh dari pasar. Lembaga riset (market survey) mendulang rejeki dari mengolah informasi. Untuk itu, para konsumen sering baik sadar maupun tanpa sadar dicatat pendapat ataupun ditanyai preferensinya untuk diolah lebih lanjut. Bahkan sejumlah riset mencoba mendeteksi sentiment maupun persepsi masyarakat lewat pesan-pesan yang bersliweran di media
Beberapa waktu terakhir, kita juga melihat kemampuan informasi yang cepat dan massif dapat mempengaruhi bahkan menggerakan massa, sehingga terjadilah revolusi Arab spring yang menumbangkan sejumlah presiden, lalu di AS terpilihnya Donald Trump lewat persaingan ketat yang didukung perang informasi antar kubu. Di Indonesia yang masyarakatnya sangat aktif dalam media sosial, setiap isu dapat menjalar dengan sangat cepat. Bila sebelumnya, media massa dipandang sebagai pilar keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif, sekarang media sosial secara informal telah menempati posisi yang sangat menentukan.
Dalam bisnis, kemampuan untuk menangkap dan mengolah informasi menjadi keunggulan kompetitif baik terhadap pesaing maupun terhadap produk subsitusi. Bila dikelola dengan baik, analisis informasi bisa membantu bisnis dalam memberikan layanan maupun produk yang sesuai dengan ekspektasi individu pelanggan. Pelanggan tidak lagi dilayani secara seragam, tetapi dapat diberikan sesuai dengan preferensi pribadi masing-masing.
Di masa lalu, data bersifat pasif, meskipun diperoleh baik dengan sengaja maupun tidak sengaja, basis data yang terbentuk seringkali hanya dipandang sebagai arsip. Trend pengolahan data baru kemudian muncul, sejalan dengan semakin majunya perangkat keras dan mudahnya penggunaan perangkat lunak untuk menganalisis data. Semula pengolahan data dilakukan secara insidental dan sporadis tergantung kesadaran pengolah data (misal: bagian analis atau litbang). Sekarang semakin tinggi kesadaran dari pemilik data sendiri, dengan menetapkan manajemen stratejik berbasis data kuantitatif. Informasi yang semula bersifat ditarik (pull), sekarang menjadi didorong (push).
Little data menuju BIG DATA
Penyimpanan dan pengolahan data yang semula terkumpul pada satu komputer desktop, serta mampu diolah oleh seorang analis atau ahli statistik, selanjutnya berkembang menjadi semakin besar dan bervariasi. Muncullah istilah Big Data yang mempunyai karakteristik 4 V (volume, velocity, variety, veracity). Penelitian IBM menyebutkan bahwa pada tahun 2020, ketika penduduk bumi sekitar 7 miliar, jumlah cell phone sekitar 6 miliar. Sekitar 2.5 trilion data dihasilkan oleh tiap penduduk bumi, sehingga besarnya volume data seluruh penduduk bumi sekitar 40 Zetabyte atau 43 trilion Gigabyte, lonjakan 300 kali dari data yang dimiliki pada tahun 2005. Sementara mobil modern sudah memasang sekitar 100 sensor (cadangan bahan bakar tersisa, temperatur mesin, tekanan udara ban), di berbagai lokasi seperti gedung, jalan, lampu, sungai, mesin cuci, perangkat mainan, di tahun 2016 sudah mencapai 18.9 trilion sambungan, secara bertahap kita sudah masuk era Internet of Things (IoT) yang dengan kecepatan tinggi merekam semua data. Dari sisi keberagaman, sementara tahun 2011 data informasi kesehatan di dunia sekitar 150 Exabyte (161 trilion Gigabyte). Penggunaan perangkat nirkabel (wearable, wireless health monitor) seperti yang popular digunakan oleh penggemar olahraga, menghasilkan rekaman dari 420 juta perangkat. Karakteristik terakhir, ketelitian (veracity) data terkait dengan banyaknya noise, error atau data yang tidak akurat. Dalam pengambilan keputusan, satu dari tiga pemimpin bisnis belum percaya pada sepenuhnya pada informasi yang diperoleh. Kerugian ekonomi hingga triliunan dollar diperkirakan terjadi di Amerika Serikat akibat rendahnya kualitas data. Di Indonesia bisa dianalogikan dengan berapa besar anggaran subsidi yang tidak tepat sasaran. Sehingga jelas bahwa harus ada cara baru menyimpan, mengolah dan menampilkan informasi yang begitu besar selain dari sistem basis data konvensional.

Solusi untuk BIG DATA
Amazon.com yang dikenal sebagai toko buku online raksasa dunia, sejak tahun 2000 sudah mengembangkan produk-produk digital, seperti audiobookgamessoftware, CD/DVD, BlueRay hingga video streaming. Jeff Bezos yang visioner sudah melihat potensi besar revolusi digital yang meningkatkan kecepatan layanan, perbaikan kualitas sembari harga produk yang semakin murah, melalui teknologi cloud. Sementara itu, Yahoo! mencoba mengembangkan layanan dari direktori online menuju mesin pencari yang canggih, dan muncullah projek Hadoop tahun 2006 sebagai projek terbuka (open source) yang bertujuan untuk menyimpan dan mengolah data sangat besar secara Penemuan selanjutnya oleh Google, yaitu MapReduce, mematangkan teknologi infrastruktur untuk pengolahan Big Data. Harry King, professor dari Universitas Harvard, mengingatkan bahwa “Big data is not about the data”, menekankan bahwa meskipun data memang begitu banyak dan semakin mudah untuk mengumpulkan, nilai sebenarnya adalah pada kemampuan analisis. Oleh karena itu, dalam beberapa tahun ke depan, akan muncul profesi Data Scientist, kombinasi pengetahuan keilmuan, dengan logika matematika, statistika serta keterampilan mengelola data mentah yang bervariasi, menuju satu analisis yang mendalam untuk menemukan hal yang tersembunyi di dasar samudera data. Jadi, bersiaplah, BIG DATA sudah ada di sekitar kita, teknologi yang mendukung tersedia, manfaatnya sangat besar bagi kita, dan tantangan kita adalah masuk ke dalamnya dengan bekal keterampilan analisis yang mumpuni
Lukas, dosen dan peneliti pada program Magister Teknik Elektro, Fakultas Teknik Unika Atma Jaya, menyelesaikan sarjana Teknik Elektro ITB (1995), meraih gelar Master of Artificial Intelligence (1998) dan Doctor in Engineering (2003) keduanya dari KU Leuven, Belgia.
Sumber Kontan Big Data Di Sekitar Kita
Eka Henryawan
Eka Henryawan

This is a short biography of the post author. Maecenas nec odio et ante tincidunt tempus donec vitae sapien ut libero venenatis faucibus nullam quis ante maecenas nec odio et ante tincidunt tempus donec.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar