1.1 Latar Belakang Masalah
Globalisasi telah mencapai seluruh sektor kehidupan masyarakat dan berlangsung di semua bidang kehidupan, seperti teknologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan terutama pada sektor pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Pemerataan perkembangan teknologi dan informasi menjadi lebih cepat, mudah dan murah. Sehingga arus informasi dan interaksi sosial menjadi lebih terbuka dan cepat, termasuk arus budaya asing. Namun interaksi sosial yang kurang proporsional dan penyalahgunaan pemakaian teknologi informasi juga berpeluang meningkatkan kesenjangan antar anggota masyarakat yang berakibat disintegrasi. Selain itu, juga berpotensi menurunkan nilai luhur bangsa, melemahkan kepribadian dan hilangnya identitas kebangsaan, khususnya pada generasi muda.
Indonesia yang merupakan Negara dengan komposisi demografi penduduk usia muda memiliki kekuatan potensial untuk memperkuat posisi Indonesia dalam tatanan global. Namun disisi lain, apabila kekuatan potensial ini tidak terkelola dengan baik, akan menimbulkan permasalahan yang berbuntut panjang dan semakin kompleks dikemudian hari.
Permasalahan sosial yang berkaitan dengan generasi muda adalah “Kenakalan Remaja”. Pada dasarnya, kenakalan remaja merupakan permasalahan sosial yang ada di hampir setiap Negara, tak terkecuali di Indonesia. Karena menyangkut generasi muda, generasi yang menjadi oenerus bangsanya, di setiap negara permasalahan kenakalan remaja menjadi fokus utama untuk diselesaikan dan dilakukan upaya pencegahan agar tidak menjadi permasalahan yang berlarut-larut dan merambah disemua sektor kehidupan masyarakat.
Indonesia yang merupakan Negara dengan komposisi demografi penduduk usia muda, menjadi lebih rentan terhadap peningkatan kasus-kasus kenakalan remaja. Sehingga diperlukan upaya penyelesaian dan pencegahan untuk menghindarkan remaja pada perbuatan yang menyimpang.
Sektor pendidikan merupakan salah satu sektor utama yang dapat meminimalisasi permasalah sosial ini. Peningkatan kualitas pendidikan menjadi hal yang mutlak disamping penguatan karakter kebangsaan dan penerapan nilai-nilai luhur bangsa. Dalam dunia pendidikan dikenal beberapa kajian dalam mencapai tujuan pendidikan, diantaranya Pendidikan Karakter, Pendidikan Keterampilan, Pendidikan Intelek dan Pendidikan Sikap. Tanpa mengesampingkan kajian pendidikan lain, yang dinilai pas untuk Indonesia dalam mengatasi permasalah kenakalan remaja saat ini adalah pendidikan berbasis karakter. Karena pendidikan karakter lebih berkaitan dengan psikis seseorang, antara lain dari segi motif, dorongan berbuat, dan nafsu atau keinginan.
Adanya pendidikan berbasis karakter menjadikan manusia lebih sadar diri sebagai warga negara, manusia, makhluk Tuhan, baik sebagai pria maupun wanita. Kesadaran itu dijadikan tolak ukur martabat dirinya supaya dapat berpikir kritis, terbuka, obyektif dan mempunyai harga diri yang tidak mudah untuk diperjualbelikan. Menjadikan individu memiliki sikap kejujuran, integritas, dan produktivitas.
Hal ini lah yang menjadi dorongan penulis untuk melakukan pembahasan ini, bahwa pendidikan berbasis karakter dapat dijadikan solusi yang bersifat pencegahan dalam mengatasi permasalahan kenakalan remaja yang semakin tahun semakin memprihatinkan.
1.2 Rumusan Masalah1. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan Berbasis Karakter ?
2. Bagaimana Pendidikan Berbasis Karakter dapat dijadikan sebagai solusi dalam permasalahan kenakalan remaja ?
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
2.1 Hipotesis
Kualitas pendidikan yang tidak merata di hampir seluruh tingkatan masyarakat, menjadikan kecemburuan sosial yang akibatnya berdampak pada permasalahan sosial yang semakin kompleks. Kompleksitas permasalahan semakin rumit dan sulit terselesaikan apabila menyangkut generasi muda, yang mana generasi muda masih memiliki pemikiran yang labil dan mudah terpengaruh situasi lingkungan. Permasalahan sosial yang berhubungan dengan remaja salah satunya adalah kenakalan remaja, yang saat ini semakin meluas dan merata pada tingkatan masyarakat, baik yang memiliki tingkat pendidikan yang baik maupun tingkat pendidikan menengah ke bawah.
Dapat secara sederhana dibuat hipotesis bahwa, “Pendidikan Berbasis Karakter” dapat dijadikan solusi dalam mengatasi permasalahan kenakalan remaja.
2.2 Pertanyaan-pertanyaan Penelitian Untuk Pemecahan Masalah
Untuk mengetahui lebih jelas Bagaimana pendidikan berbasis karakter dapat dijadikan solusi dalam mengatasi permasalan kenakalan remaja dibuatlah pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk membantu peneliti memecahkan masalah dan membuat kesimpulan penelitian, pertanyaan tersebut diantaranya :
1. Apa yang dimaksud dengan remaja ?
2. Apa yang dimaksud dengan kenakalan remaja ? dan apa saja bentuk-bentuk kenakalan remaja ?3. Apa yang dimaksud dengan pendidikan berbasis karakter ?
4. Apa tujuan pendidikan karakter
5. Pendidikan karakter berlandaskan wawasan kebangsaan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Sumber Data
Data-data yang kami tulis dalam pembahasan ini merupakan data-data sekunder yang kami peroleh dari berbagai sumber, baik dari website instansi terkait maupun jurnal ilmiah yang di posting di Internet.
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan permasalah yang diteliti, dalam pembahasan ini obejek penelitian kami adalah pendidikan berbasis karakter. Kenapa “Pendidikan Berbasis Karakter” dijadikan sebagai objek penelitian ? karena “Pendidikan Berbasis Karakter” mencakup nilai-nilai moral, kecerdasan, dan keterampilan yang sesuai dengan Ideologi Pancasila.
Menurut Husen Umar (2005:303) pengertian objek penelitian adalah sebagai berikut :
“Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi objek penelitian. Juga dimana dan kapan penelitian dilakukan, bias juga ditambahkan dengan hal-hal lain jika dianggap perlu.”
Sedangkan menurut Sugiyono (2009:38) pengertian objek penelitian adalah sebagai berikut :
“Suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Objek Penelitian merupakan objek baik benda hidup maupun mati yang menjadi titik utama dalam melakukan penelitian.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Data
3.4 Teknik Analisis Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Pengertian Remaja
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Pada masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. (Hurlock, 1992). Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa adolescene diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
DulRohman (2012) mengartikan remaja sebagai makhluk yang unik bahkan tidak mudah dimengerti baik oleh diri mereka sendiri maupun orang lain. Pada masa remaja inilah seseorang mengalami perkembangan yang dapat dikatakan “revolusioner” yang tidak saja terjadi secara fisik tetapi juga secara emosional.
Dari pengertian remaja yang dikemukakan di atas, dapat diartikan pula bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis. Pada masa inilah umumnya dikenal sebagai masa peralihan, keadaan remaja yang penuh energi, selalu ingin tahu, belum sepenuhnya memiliki pertimbangan yang matang, mudah terombang-ambing, mudah terpengaruh, nekat dan berani, emosi tinggi, selalu ingin mencoba dan tidak mau ketinggalan. Pada masa-masa inilah mereka merupakan kelompok yang paling rawan berkaitan dengan, pergaulan bebas, seks bebas, penyalahgunaan narkoba, tawuran antar pelajar.
Pada masa ini pula remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat yang membentuk ciri utama, yaitu mereka merasa sudah bukan anak kecil lagi akan tetapi sesungguhnya mereka belum dewasa baik secara mental, emosional maupun spiritual. Kemampuan intelektual yang berkembang pesat menimbulkan rasa ingin tahu mereka yang besar sekali termasuk ingin mencoba-coba Narkotika dan Seks. Keinginan mencoba-coba Narkotika atau Seks ternyata menyangkut keinginan yang berhubungan dengan keadaan remaja yang berkaitan dengan aspek fisik, psikologis, mental-intelektual dan interpersonal.
Sebagian besar remaja memiliki rasa ingin tahu terhadap narkotika dan seksualitas. Akan tetapi sebagian kecil remaja ada yang tidak tertarik kepada terhadap narkotika dan seksualias. Sebagian besar remaja yang memiliki rasa ingin tahunya terhadap narkotika dan seksualitas memiliki tingkat pencapaian tugas perkembangan yang tinggi. Jika perilaku para remaja terarah dengan baik pada hal-hal yang positif tentu akan menghasilkan prestasi sebagai tumpuan masa depan, tetapi jika sebaliknya akan menghasilkan perilaku negatif diantaranya kenakalan remaja, tindak kejahatan, seperti sex bebas, tawuran, berbohong, membolos, kabur dari rumah, malas, mencuri, melanggar aturan, merusak, melawan orang tua, suka mengancam dan berkelahi yang merugikan dirinya sendiri menjadi sampah masyarakat disekitarnya.
Berdasarkan batasan usianya, para ahli mengemukakan bahwa, batasan usia remaja yang umum adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu :
a. 12 – 15 tahun = masa remaja awal,b. 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan
c. 18 – 21 tahun = masa remaja akhir.
Untuk makalah lengkapnya dapat didownload DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar